Mengenang Hari Bersejarah Amerika Serikat di Tangan Afghanistan – Setahun telah berselang dan seluruh warga dunia melihat kegagalan Amerika Serikat mengevakuasi pasukannya dari Afghanistan yang dikenal Negeri Para Mullah.
Tepat pada hari Senin (160822), seluruh penduduk AS hanya bisa terdiam tanpa melakukan banyak gerakan saat menyaksikan negaranya tertunduk malu di hadapan Afghanistan. Padahal Saigon merupakan wilayah yang mereka kuasai selama lebih dari 20 tahun.
Diketahui bahwa momen tersebut menjadi hari paling dramatis setelah berhasil merebut kekuasaan utama dari tentara Komunis Vietnam yang berlangsung pada 30 April 1975.
Di masa itu, mayoritas penduduk Afghanistan dengan terpaksa harus menyelamatkan dirinya ke Bandar Udara Internasional Hamid Karzai lantaran Taliban berhasil menguasai wilayah setempat. Terlebih organisasi Taliban dari tahun ke tahun semakin kuat dengan adanya dukungan penuh dari persenjataan militer asing.
Kepanikan warga lokal seakan – akan tidak mereda selama berada di bandara. Bahkan beberapa dari mereka harus rela menyusuri tarmak untuk mendapatkan perlindungan. Di sisi lain, Taliban memiliki target utama untuk melenyapkan pesawat tempur Angkatan Udara AS, C-17 Globemaster III. Yang mana pesawat tersebut dilaporkan tengah bergegas untuk melakukan penerbangan.
Mereka yang gagal masuk pesawat militer AS serasa tidak mampu melakukan banyak hal. Sebagian besar dari mereka menjauhkan diri dari tarmak. Menariknya tanpa rasa takut mereka pun saling berebut untuk mendapatkan tumpangan atas keselamatan pribadi. Dalam peristiwa itu, telah tercatat banyak korban yang berjatuhan bahkan tewas di tempat.
Pada keadaan yang tak memungkinkan itu, pilot C-17 Globemaster III tetap melakukan take-off. Yang akhirnya beberapa orang harus rela kehilangan tumpangan dengan mempertaruhkan nasibnya terhadap Taliban.
Dan terjadilah tragedi tidak wajar yang merenggut ribuan nyawa. Beberapa laporan dari berbagai sumber hingga stasiun televisi berhasil mengabadikan peristiwa itu untuk dijadikan arsip negara AS.
Ironisnya, terlihat 2 orang harus terbang bebas akibat berani mengambil risiko untuk ikut upaya penerbangan. Pada kejadian itu, mereka harus menjatuhkan diri dari ketinggian hingga tidak terselamatkan.
Sejarah yang telah terungkap di sekitar tarmak Bandara Kabul pada masa itu merupakan salah satu dari banyaknya tragedi yang bermula di Afghanistan. Nyatanya para pasukan militer AS terpaksa mengalami berbagai macam penyiksaan tak terhenti seraya melakukan peperangan dengan tangan terbuka.
Di balik semua itu, ada pula beberapa kejadian lain yang mengisahkan duka bagi seluruh penduduk AS dan masyarakat Afghanistan. Mereka yang merupakan pekerja di bawah naungan AS selama 20 tahun harus merasakan pahitnya kekerasan teroris yang dikemukakan gerakan ISIS.
Beberapa hari setelah kejadian itu, anggota ISIS terpaksa melakukan tindakan anarkis di wilayah Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul. Tercatat bahwa mereka merenggut 28 nyawa kelompok Taliban, 70 penduduk Afghanistan dan 13 tentara militer AS.
Selebihnya komando militer AS mulai melakukan proses evakuasi yang berjalan lebih dari 2 pekan untuk meretas kasus penindakan tersebut. Walaupun sempat mengalami masa – masa sulit, akan tetapi barisan gerakan ISIS bisa diredakan dengan mengedepankan unsur kenegaraan dan kekuasaan sekutu.
Lebih lanjut, Pentagon melaporkan kalau AS tidak begitu berbuat banyak dengan maksud untuk meminimalisir terjadinya korban susulan. Sebab misi mereka hingga kini boleh dibilang masih terbengkalai menyusul Negeri Para Mullah memiliki kekayaan alam yang diklaim mencapai $ 3 Triliun atau setara Rp 44,47 Kuadriliun.
Diketahui bahwa peresmian laporan Pentagon tersebut menitik balikkan masa kekuasaan AS di Afghanistan selama lebih dari 20 tahun sejak terjadinya serangan teroris ISIS 911.
Dalam melakukan proses evakuasi tersebut, Komandan Komando Sentral Amerika Serikat Jenderal Kenneth McKenzie menyatakan bahwa anggotanya sukses menyelamatkan lebih dari 70 Ribu nyawa di Kabul. Dimana 6.000 orang di dalamnya merupakan penduduk asli AS.
Tragedi kegagalan AS di wilayah tersebut berujung terhadap sejumlah tudingan yang mengarah terhadap kelompok Taliban. Dimana invasi mereka yang dilancarkan pada Oktober tahun lalu sukses memecah belah rezim Taliban lantaran menyandera sekelompok Alqaeda.
Di sisi lain, Gedung Putih pun dilaporkan tidak mengacu pada “Kutukan Sejarah” atas kegagalan pasukan anti militer Uni Soviet yang pada saat itu menjajaki Afghanistan sejak 25 Desember 1979 sampai 01 Februari 1989.
Bertekad untuk mengakhiri catatan buruk negara tetangga, justru AS dianggap melakukan kesalahan yang sama untuk meretas geopolitik Kremlin dengan mengusung misi penumpasan anggota Alqaeda serta seluruh jaringan terorisme di bawah naungan Taliban.
Atas kegagalan itu, AS diklaim telah mengabadikan penutupan BAB kekuasaan negara di Afghanistan. Selain itu, kondisi tersebut menandakan bahwa mereka tidak mampu memperluas jaringan internasional dan sistem demokrasi Barat.
Menilik dari 20 tahun kekuasaan AS, kini beberapa rezim Gedung Putih yang mengambil alih kekuasaan di Kabul merasa kesulitan untuk menegakkan keadilan, kedamaian hingga kesejahteraan wilayah sendiri.
AS pun dinilai tidak terlalu memahami berlakunya sistem sosial yang terstruktur di Kabul. Padahal pasukan anti militer Uni Soviet sering melakukan invasi di Negeri Para Mullah dengan memanfaatkan gempuran Mujahidin agar mampu menundukkan Kremlin.
Melihat pengalaman itu, AS dianggap tidak terlalu memahami karakteristik dan DNA warga Afghanistan yang dikenal sangat loyal terhadap klan, suku, bangsa dan negara.
Atas kegagalan petualangan geopolitik AS di Negeri Para Mullah. Beberapa negeri umat Muslim di Tiongkok, Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan, Iran hingga Pakistan mendapatkan banyak pengalaman berharga. Sebab pasukan Muslim yang tersebar dimana – mana telah membuat mereka semakin kuat dan tidak mudah tunduk terhadap bala ancaman negara asing.